Memahami peranan pemerintah dalam kebijakan ekonomi menurut Ibnu Taimiyah
Jumat, 23 Agustus 2019
Sebelum kita membahas lebih dalam terkait peranan pemerintah dalam ekonomi menurut ibnu Taiymiyah, alangkah lebih baiknya kita bahas terlebih dulu siapa beliau. Taqi al-Din Ahmad bin Abd Al-Halim bin Abd Salam bin Taimiyah atau yang lebih sering di kenal dengan nama Ibnu Taimiyah. Ia lahir di Harran 22 januari 1263 M (10 Rabiul Awwal 661). Ayahnya Abdal-Halim, pamannya Fakhruddin dan kakeknya Majduddin merupakan ulama besar dari mazhab Hambali. Keluarganya mengungsi dari tempat kelahirannya tahun 1262 M, menjlang kedatangan pasukan Mongol dan mengungsi di Damaskus. Saat itu, ia berusia 7 tahun.
Ibnu Taimiyah menyelesaikan pendidikannya dalam bidang yurisprudensi (fiqh), hadis nabi, tafsir al-Quran, matematika dan filsafat pada usia yang sangat muda. Diantara gurunya adalah syamsudin al- Maqdisi, ibnu al-Yusr, al-kamal bin abd Majid, Yahya bin al-Shairafi, Ahmad bin abu al-Khair dan yang lainnya. Ibnu Taimiyah membahas prinsip-prinsip masalah ekonomi dalam dua buku, yaitu; al Hisbah fi al Islam (Lembaga Hisbah dalam Islam) dan al Siyasah al Syar’iyyah fi Ishlah al Ra’I wa al Ra’iyah (Hukum Publik dan Privat dalam Islam). Dalam buku pertama, ia banyak membahas tentang pasar dan Intervensi pemerintah dalam kehidupan ekonomi. Dalam buku kedua, ia membahas maslah pendaptan dan pembiayaan publik.
Dalam buku pertamanya “Al Hisbah fi al Islam” di jelaskan terkait batasan pemerintah dalam Intervensi Harga. penerapan Harga di pasar sering kali terjadi banyak kecurangan yang dilakukan oleh beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab. untuk menerapkan harga yang adil Ibnu Taimiyah menentang adanya praktek monopoli terhadap kebutuhan-kebutuhan manusia. Jika ada sekelompok manusia yang melakukan monopoli maka wajib bagi pemerintah untuk melakukan regulasi atau pengaturan terhadap harga.
Tujuan utama dari harga yang adil adalah memelihara keadilan dalam mengadakan transaksi timbal balik diantara masyarakat.
Regulasi harga adalah pengaturan terhadap harga-harga barang yang dilakukan oleh pemerintah. Regulasi ini bertujuan untuk memelihara kejujuran dan kemungkinan penduduk bisa memenui kebutuhan pokoknya. Dalam sejarah islam, kebebasan ekonomi sudah dijamin dengan berbagai tradisi masyarakat dan dengan sistem hukumnya.
Sebagian orang berpendapat bahwa negara dalam islam tidak boleh mencampuri masalah ekonomi dengan mengharuskan nilai-nilaidan moralitas atau menjatuhkan sanksi kepada orang yang melanggarnya.
Mereka berpendapat seperti tu berdasarkan pada hadits Nabi SAW yang tidak bersedia menetapkan harga walaupun pada saat itu harga sedang melambung tinggi, hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik RA:
“Dari Anas bin Malik RA beliau berkata :harga barang-barang pernah mahal pada masa Rasulullah Saw. Lalu orang-orang berkata : ya Rasulullah harga-harga menjadi mahal,tetapkanlah standar harga untuk kami, lalu Rasulullah bersabda : sesungguhnya Allah lah yang menetapkan harga, yang menahan dan membagikan rizki, dan susungguhnya saya mengharapkan agar saya dapat berjumpa dengan Allah Swt dalam keadaan tidak seorangpun diantara kamu sekalian yang menuntut saya karena kezaliman dalam pertumpaham darah (pembunuh) dan harta”.
Driwayatkan oleh perawi yang lima kecuali an-Nasai. Menurut Ibnu Taimiyah, hadis tersebut mengungkapkan bahwa nabi Saw tidak ingin ikut campur dalam masalah regulasi harga-harga barang. Akan tetapi hal tersebut diakibatkan oleh kenikan harga yang dipicu kondisi objektif pasar di Madinah, bukan karena kecurangan yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat yang ingin mengejar keuntungan belaka.Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa kenaikan harga barang-barang pada masa Nabi Saw dikarenakan oleh bekerjanya mekanisme pasar.
Ibnu Taimiyah membedakan dua tipe pengaturan (regulasi) harga, yaitu regulasi harga yang tidak adil diantaranya pengaturan yang termasuk kezaliman dan regulasi harga yang adil dan dibolehkan. Pada kondisi terjadinya ketidaksempurnaan pasar, Ibnu Taimiyah merekomendasikan penetapan harga oleh pemerintah. Dalam kitabnya al-Hisbah penetapan harga diperlukan untuk mencegah manusia menjual makanan dan barang hanya pada kelompok tertentu dengan harga yang ditetapkan sesuai keinginan mereka.
Menurut konsep Ibnu Taimiyah, Pemerintah hanya memiliki wewenang menetapkan harga apabila terjadi praktek kezaliman didalam pasar, sedangkan didalam pasar yang adil (sehat), harga diserahkan kepada mekanisme pasar atau tergantung pada kekuatan Supply dan Demand.
Ibnu Taimiyah mempunyai suatu gagasan tentang mekanisme pasar bebas dapat saja ditentukan oleh kekuatan yang disebut permintaan dan penawaran, ia mengatakan : “Naik dan turunnya harga tidak selalu disebabkan oleh tindakan tidak adil dari sebagian orang yang terlibat transaksi. Bisa jadi penyebabnya adalah supply yang menurun akibat produksi yang tidak efisien, Penurunan jumlah importarang-barang yang diminta atau juga tekanan pasar. Karna itu, jika permintaan terhadap barang meningkat, sedangkan penawaran menurun, harga barang tersebut akan naik.
Begitu juga sebaliknya. , jika persedian barang naik dan permintaannya menurun, harganya akan turun, Kelangkaan atau kelimpahan barang dapat disebabkan oleh tindakan yang tidak adil”. Pernyataan Ibn Taimiyah diatas menunjukkan bahwa suatu perdagangan yang banyak dianut pada zamannya adalah bahwa kenaikan harga barang disebabkan oleh perbuatan yang merusak dipihak penjual yang melakukan manipulasi, sehingga membawa ketidakseimbangan dalam pasar, seperti penimbunan barang (al-Ihtikar).
Menurut Ibn Taimiyah hal itu tidak terlalu benar, karna ia dapat saja disebabkan oleh kekuatan-kekuatan pasar yang disebut dengan permintaan dan penawaran, yakni bila para pedagang menjual barang-barang mereka dengan harga yang pentas, tidak terlihat adanya kecendrungan eksploitasi tiba-tiba terjadi kenaikan harga, hal ini mungkin disebabkan oleh sedikitnya barang yang tersedia atau karna makin banyaknya orang yang membutuhkan.
Sehubunga dengan ini, menurut Ibn Taimiyah Intervensi Negara, mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam pelaksanaan nilai-nilai Islam itu sendiri. Peranan itu diperlukan dalam aspek hukum, pengaturan produksi, pengawasan, pendistribusian barang-barang kebutuhan, dan penentuan harga, serta pemerataan, stabilitas dan kesejahteraan hidup bermasyarakat.
Untuk menjamin agar kriteria ini tetap terjaga Ibnu Taimiyah mengusulkan adanya petugas yang mengawasi pasar yang disebut Al muhtashib atau secara kelembagaan dinamakan al Hisbah. Al muhtashib memiliki peran aktif dan permanen dalam menjaga mekanisme pasar yang Islami ini sehingga banyak dijadikan model bagi pemerintah terhadap pasar. Berbeda dengan penegasan Ibn Taimiyah di atas, Islam pada dasarnya memberikan kebebasan kepada para pedagang untuk mengelola perdagangannya, dan juga dalam menentukan harga barang-barang.
Tidak terdapat di dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah, yang memberikan wewenang kepada Negara untuk membatasi harga barang, bahkan Nabi Muhammad SAW pernah menolak ketika diminta untuk mengadakan pembatasan harga barang ketika terjadi kenaikan harga.
Oleh : Agus Sulaeman
Mahasiswa STEI SEBI
Ibnu Taimiyah menyelesaikan pendidikannya dalam bidang yurisprudensi (fiqh), hadis nabi, tafsir al-Quran, matematika dan filsafat pada usia yang sangat muda. Diantara gurunya adalah syamsudin al- Maqdisi, ibnu al-Yusr, al-kamal bin abd Majid, Yahya bin al-Shairafi, Ahmad bin abu al-Khair dan yang lainnya. Ibnu Taimiyah membahas prinsip-prinsip masalah ekonomi dalam dua buku, yaitu; al Hisbah fi al Islam (Lembaga Hisbah dalam Islam) dan al Siyasah al Syar’iyyah fi Ishlah al Ra’I wa al Ra’iyah (Hukum Publik dan Privat dalam Islam). Dalam buku pertama, ia banyak membahas tentang pasar dan Intervensi pemerintah dalam kehidupan ekonomi. Dalam buku kedua, ia membahas maslah pendaptan dan pembiayaan publik.
Dalam buku pertamanya “Al Hisbah fi al Islam” di jelaskan terkait batasan pemerintah dalam Intervensi Harga. penerapan Harga di pasar sering kali terjadi banyak kecurangan yang dilakukan oleh beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab. untuk menerapkan harga yang adil Ibnu Taimiyah menentang adanya praktek monopoli terhadap kebutuhan-kebutuhan manusia. Jika ada sekelompok manusia yang melakukan monopoli maka wajib bagi pemerintah untuk melakukan regulasi atau pengaturan terhadap harga.
Tujuan utama dari harga yang adil adalah memelihara keadilan dalam mengadakan transaksi timbal balik diantara masyarakat.
Regulasi harga adalah pengaturan terhadap harga-harga barang yang dilakukan oleh pemerintah. Regulasi ini bertujuan untuk memelihara kejujuran dan kemungkinan penduduk bisa memenui kebutuhan pokoknya. Dalam sejarah islam, kebebasan ekonomi sudah dijamin dengan berbagai tradisi masyarakat dan dengan sistem hukumnya.
Sebagian orang berpendapat bahwa negara dalam islam tidak boleh mencampuri masalah ekonomi dengan mengharuskan nilai-nilaidan moralitas atau menjatuhkan sanksi kepada orang yang melanggarnya.
Mereka berpendapat seperti tu berdasarkan pada hadits Nabi SAW yang tidak bersedia menetapkan harga walaupun pada saat itu harga sedang melambung tinggi, hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik RA:
“Dari Anas bin Malik RA beliau berkata :harga barang-barang pernah mahal pada masa Rasulullah Saw. Lalu orang-orang berkata : ya Rasulullah harga-harga menjadi mahal,tetapkanlah standar harga untuk kami, lalu Rasulullah bersabda : sesungguhnya Allah lah yang menetapkan harga, yang menahan dan membagikan rizki, dan susungguhnya saya mengharapkan agar saya dapat berjumpa dengan Allah Swt dalam keadaan tidak seorangpun diantara kamu sekalian yang menuntut saya karena kezaliman dalam pertumpaham darah (pembunuh) dan harta”.
Driwayatkan oleh perawi yang lima kecuali an-Nasai. Menurut Ibnu Taimiyah, hadis tersebut mengungkapkan bahwa nabi Saw tidak ingin ikut campur dalam masalah regulasi harga-harga barang. Akan tetapi hal tersebut diakibatkan oleh kenikan harga yang dipicu kondisi objektif pasar di Madinah, bukan karena kecurangan yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat yang ingin mengejar keuntungan belaka.Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa kenaikan harga barang-barang pada masa Nabi Saw dikarenakan oleh bekerjanya mekanisme pasar.
Ibnu Taimiyah membedakan dua tipe pengaturan (regulasi) harga, yaitu regulasi harga yang tidak adil diantaranya pengaturan yang termasuk kezaliman dan regulasi harga yang adil dan dibolehkan. Pada kondisi terjadinya ketidaksempurnaan pasar, Ibnu Taimiyah merekomendasikan penetapan harga oleh pemerintah. Dalam kitabnya al-Hisbah penetapan harga diperlukan untuk mencegah manusia menjual makanan dan barang hanya pada kelompok tertentu dengan harga yang ditetapkan sesuai keinginan mereka.
Menurut konsep Ibnu Taimiyah, Pemerintah hanya memiliki wewenang menetapkan harga apabila terjadi praktek kezaliman didalam pasar, sedangkan didalam pasar yang adil (sehat), harga diserahkan kepada mekanisme pasar atau tergantung pada kekuatan Supply dan Demand.
Ibnu Taimiyah mempunyai suatu gagasan tentang mekanisme pasar bebas dapat saja ditentukan oleh kekuatan yang disebut permintaan dan penawaran, ia mengatakan : “Naik dan turunnya harga tidak selalu disebabkan oleh tindakan tidak adil dari sebagian orang yang terlibat transaksi. Bisa jadi penyebabnya adalah supply yang menurun akibat produksi yang tidak efisien, Penurunan jumlah importarang-barang yang diminta atau juga tekanan pasar. Karna itu, jika permintaan terhadap barang meningkat, sedangkan penawaran menurun, harga barang tersebut akan naik.
Begitu juga sebaliknya. , jika persedian barang naik dan permintaannya menurun, harganya akan turun, Kelangkaan atau kelimpahan barang dapat disebabkan oleh tindakan yang tidak adil”. Pernyataan Ibn Taimiyah diatas menunjukkan bahwa suatu perdagangan yang banyak dianut pada zamannya adalah bahwa kenaikan harga barang disebabkan oleh perbuatan yang merusak dipihak penjual yang melakukan manipulasi, sehingga membawa ketidakseimbangan dalam pasar, seperti penimbunan barang (al-Ihtikar).
Menurut Ibn Taimiyah hal itu tidak terlalu benar, karna ia dapat saja disebabkan oleh kekuatan-kekuatan pasar yang disebut dengan permintaan dan penawaran, yakni bila para pedagang menjual barang-barang mereka dengan harga yang pentas, tidak terlihat adanya kecendrungan eksploitasi tiba-tiba terjadi kenaikan harga, hal ini mungkin disebabkan oleh sedikitnya barang yang tersedia atau karna makin banyaknya orang yang membutuhkan.
Sehubunga dengan ini, menurut Ibn Taimiyah Intervensi Negara, mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam pelaksanaan nilai-nilai Islam itu sendiri. Peranan itu diperlukan dalam aspek hukum, pengaturan produksi, pengawasan, pendistribusian barang-barang kebutuhan, dan penentuan harga, serta pemerataan, stabilitas dan kesejahteraan hidup bermasyarakat.
Untuk menjamin agar kriteria ini tetap terjaga Ibnu Taimiyah mengusulkan adanya petugas yang mengawasi pasar yang disebut Al muhtashib atau secara kelembagaan dinamakan al Hisbah. Al muhtashib memiliki peran aktif dan permanen dalam menjaga mekanisme pasar yang Islami ini sehingga banyak dijadikan model bagi pemerintah terhadap pasar. Berbeda dengan penegasan Ibn Taimiyah di atas, Islam pada dasarnya memberikan kebebasan kepada para pedagang untuk mengelola perdagangannya, dan juga dalam menentukan harga barang-barang.
Tidak terdapat di dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah, yang memberikan wewenang kepada Negara untuk membatasi harga barang, bahkan Nabi Muhammad SAW pernah menolak ketika diminta untuk mengadakan pembatasan harga barang ketika terjadi kenaikan harga.
Oleh : Agus Sulaeman
Mahasiswa STEI SEBI