Cara Menjadi Muslimah Millenial Pencetak Generasi Intelektual
Minggu, 23 Februari 2020
Tips cara menjadi Muslimah Millenial Pencetak Generasi Intelektual. Muslimah adalah identias terindah dan terhebat bagi seorang wanita, karena identitas ini akan mengantarkan pada keistimewaan dan kemuliaan yang telah Allah tetapkan bagi setiap wanita. Inilah kesyukuran yang harus kita buktikan dalam bentuk ketaatan kepada Allah SWT.
Di Era teknologi dan informasi yang sangat mudah diakses ini tidak heran bahwa ketaatan seorang muslimah harus di kuatkan, terlepas dari kemudahan - kemudahan yang ditawarkan, jangkauan pergaulan yang luas, sebaran pemikiran yang beragam, dan lain sebagainya. Karna sangat mudahanya dalam mengakses informasi membuat kita harus pandai dalam memfilter setiap informasi yang kita dapatkan.
Teknologi dan informasi, era dimana semua bergantung pada internet, tak heran kita melihat dizaman sekarang lebih banyak orang berinteraksi dengan gawainya, baik laptop, gadget, dan lainnya, dibanding berinteraksi dengan buku, majalah, novel, maupun koran. Semua telah tergeser oleh sebuah layar yang bisa mengakses apapun.
Inilah zaman dimana kebanyakan aktifitas tersebut dilakukan oleh generasi Y, atau lebih lazimnya kita kenal dengan generasi milenial.
Istilah milenial pertamakali dicetuskan oleh William Strauss dan Neil dalam bukunya yang berjudul Millenials Rising: The Next Great Generation (2000). Menurut Elwood Carlson dalam bukunya yang berjudul The Lucky Few: Between the Greatest Generation and the Baby Boom (2008), generasi millenial adalah mereka yang lahir dalam rentang tahun 1983 sampai dengan 2001. Jika didasarkan pada generation theory yang dicetuskan oleh Karl Mannheim pada tahun 1923, generasi milenial adalah generasi yang lahir pada rasio tahun 1980 sampai dengan 2000. Istilah ini mulai dikenal dan dipakai pada editorial koran Amerika Serikat pada Agustus 1993. Terlepas dari semua penelitian yang ada tentang rentang tahun kelahiran generasi millenial, didapatkan kesimpulan data bahwa generasi millenial adalah mereka yang dilahirkan antara tahun 1980-2000.
Disetiap masa pasti ada tantangan tersendiri bagi seorang muslilmah dalam mempertahankan dan memperjuangkan identitasnya sebagai seorang yang teguh menjalankan syariat deennya. Sebut saja di zaman shahabiyah, tantangan terbesar para shahabiyah dalam mempertahankan aqidahnya adalah sanggup menerima siksaan dan aniaya atas keislaman mereka. Beda halnya dengan tantangan muslimah milenial saat ini, dengan kemanjaan dan kemudahan yang disuguhkan, seorang muslimah harus mampu memegang teguh aqidahnya ditengah belaian lembut sentuhan-sentuhan teknologi dan informasi, paradigma yang perlahan berubah, dengan segala ideologi yang ditawarkan, yang membuat kebanyakan orang kadang tak mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, tak dipingkiri banyak hal-hal buruk yang disebarluaskan dan dilakukan sehingga menjadi sesuatu yang tidak tabu lagi, bahkan sudah bergeser statusnya menjadi hal yang biasa.
Seiring berjalannya waktu, tentunya banyak tantangan yang harus kita hadapai. Satu hal yang harus disadari oleh seorang muslimah adalah, kesuksesan terbesarnya adalah ketika Ia mampu melahirkan dan mendidik generasi penerus risalah dan dakwah Rasulullah SAW. Memang sangat sederhana kedengarannya, dibandingkan dengan cakupan sukses seoraang wanita menurut kaum femminimisme, dimana seorang wanita harus berkarir dan berkarya layaknya laki-laki. Tapi mari kita lihat pada praktiknya, lebih banyak mana perempuan yang senang dengan pekerjaan rumah tangga dibanding senang dengan pekerjaan kantor atau profesi lainnya? Lebih berat mana seorang perempuan melakukan pekerjaan rumah atau deadline-deadline profesinya?
Pertanyaan tersebut tentu beragam jawabannya sesuai sudut pandang masing-masing individu, tapi kita sebagai wanita menyadari kebanyakan tentu lebih senang dengan pekerjaannya diluar rumah yang menghasilkan pundi-pundi pendapatan, sehingga mampu memenuhi kebutuhannya, dibanding bekerja dirumah semata-mata hanya untuk mengurusi pekerjaan rumah tangga. Lingkungan sosial sebagian daerah malah memandang rendah perempuan yang hanya mengurusi rumah tangganya. Itulah mengapa kesuksesan terbesar seorang Muslimah adalah mampu melahirkan dan mendidik generasi penerus risalah dan dakwah Rasulullah SAW tidak sesederhana kedengarannya.
Mendidik generasi sebagai perpanjangan tangan agama ini tentu harus dilakukan oleh seorang Ibu sebagai madrasatul ula dalam sebuah keluarga. Dengan melihat perkembangan ilmu pengetahuan saat ini, seorang muslimah harus mampu menanamkan nilai-nilai intelektualitas dalam diri seorang anak. Karna tak bisa dipungkiri banyaknya ideologi-ideologi dan pemahaman yang telah bergeser dari norma – norma agama. Dan tentunya setiap ilmu pengetahuan memiliki misi yang akan dicapainya. Intelektualitas pada diri anak harus ditanamkan beriringan dengan misi untuk menegakkan agama dan dakwah agar tidak tertinggal dan terbelakang. Sehingga dengan adanya intelektualitas kelak seorang anak mampu memberikan pemahaman kepada masyarakat umum tentang islam dan kekompleksitasnya. Masyarakatpun mudah dalam mencerna dan memahami apa yang disamppaikan. Saat ini mungkin sangat banyak yang berdakhwah, namun alangkah lebih indahnya jika dakwah yang disampaikan disertai dengan intelektualitas baik dalam ilmu pengetahuan maupun sosial.
Penulis : Fatimah Azzahrah
Muslimah Millenial Pencetak Generasi Intelektual
Cara menjadi Muslimah Millenial Pencetak Generasi Intelektual
Teknologi dan informasi, era dimana semua bergantung pada internet, tak heran kita melihat dizaman sekarang lebih banyak orang berinteraksi dengan gawainya, baik laptop, gadget, dan lainnya, dibanding berinteraksi dengan buku, majalah, novel, maupun koran. Semua telah tergeser oleh sebuah layar yang bisa mengakses apapun.
Inilah zaman dimana kebanyakan aktifitas tersebut dilakukan oleh generasi Y, atau lebih lazimnya kita kenal dengan generasi milenial.
Istilah milenial pertamakali dicetuskan oleh William Strauss dan Neil dalam bukunya yang berjudul Millenials Rising: The Next Great Generation (2000). Menurut Elwood Carlson dalam bukunya yang berjudul The Lucky Few: Between the Greatest Generation and the Baby Boom (2008), generasi millenial adalah mereka yang lahir dalam rentang tahun 1983 sampai dengan 2001. Jika didasarkan pada generation theory yang dicetuskan oleh Karl Mannheim pada tahun 1923, generasi milenial adalah generasi yang lahir pada rasio tahun 1980 sampai dengan 2000. Istilah ini mulai dikenal dan dipakai pada editorial koran Amerika Serikat pada Agustus 1993. Terlepas dari semua penelitian yang ada tentang rentang tahun kelahiran generasi millenial, didapatkan kesimpulan data bahwa generasi millenial adalah mereka yang dilahirkan antara tahun 1980-2000.
Menjadi Muslimah Millenial di Jaman Sekarang ini
Disetiap masa pasti ada tantangan tersendiri bagi seorang muslilmah dalam mempertahankan dan memperjuangkan identitasnya sebagai seorang yang teguh menjalankan syariat deennya. Sebut saja di zaman shahabiyah, tantangan terbesar para shahabiyah dalam mempertahankan aqidahnya adalah sanggup menerima siksaan dan aniaya atas keislaman mereka. Beda halnya dengan tantangan muslimah milenial saat ini, dengan kemanjaan dan kemudahan yang disuguhkan, seorang muslimah harus mampu memegang teguh aqidahnya ditengah belaian lembut sentuhan-sentuhan teknologi dan informasi, paradigma yang perlahan berubah, dengan segala ideologi yang ditawarkan, yang membuat kebanyakan orang kadang tak mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, tak dipingkiri banyak hal-hal buruk yang disebarluaskan dan dilakukan sehingga menjadi sesuatu yang tidak tabu lagi, bahkan sudah bergeser statusnya menjadi hal yang biasa.
Seiring berjalannya waktu, tentunya banyak tantangan yang harus kita hadapai. Satu hal yang harus disadari oleh seorang muslimah adalah, kesuksesan terbesarnya adalah ketika Ia mampu melahirkan dan mendidik generasi penerus risalah dan dakwah Rasulullah SAW. Memang sangat sederhana kedengarannya, dibandingkan dengan cakupan sukses seoraang wanita menurut kaum femminimisme, dimana seorang wanita harus berkarir dan berkarya layaknya laki-laki. Tapi mari kita lihat pada praktiknya, lebih banyak mana perempuan yang senang dengan pekerjaan rumah tangga dibanding senang dengan pekerjaan kantor atau profesi lainnya? Lebih berat mana seorang perempuan melakukan pekerjaan rumah atau deadline-deadline profesinya?
Pertanyaan tersebut tentu beragam jawabannya sesuai sudut pandang masing-masing individu, tapi kita sebagai wanita menyadari kebanyakan tentu lebih senang dengan pekerjaannya diluar rumah yang menghasilkan pundi-pundi pendapatan, sehingga mampu memenuhi kebutuhannya, dibanding bekerja dirumah semata-mata hanya untuk mengurusi pekerjaan rumah tangga. Lingkungan sosial sebagian daerah malah memandang rendah perempuan yang hanya mengurusi rumah tangganya. Itulah mengapa kesuksesan terbesar seorang Muslimah adalah mampu melahirkan dan mendidik generasi penerus risalah dan dakwah Rasulullah SAW tidak sesederhana kedengarannya.
Mendidik generasi sebagai perpanjangan tangan agama ini tentu harus dilakukan oleh seorang Ibu sebagai madrasatul ula dalam sebuah keluarga. Dengan melihat perkembangan ilmu pengetahuan saat ini, seorang muslimah harus mampu menanamkan nilai-nilai intelektualitas dalam diri seorang anak. Karna tak bisa dipungkiri banyaknya ideologi-ideologi dan pemahaman yang telah bergeser dari norma – norma agama. Dan tentunya setiap ilmu pengetahuan memiliki misi yang akan dicapainya. Intelektualitas pada diri anak harus ditanamkan beriringan dengan misi untuk menegakkan agama dan dakwah agar tidak tertinggal dan terbelakang. Sehingga dengan adanya intelektualitas kelak seorang anak mampu memberikan pemahaman kepada masyarakat umum tentang islam dan kekompleksitasnya. Masyarakatpun mudah dalam mencerna dan memahami apa yang disamppaikan. Saat ini mungkin sangat banyak yang berdakhwah, namun alangkah lebih indahnya jika dakwah yang disampaikan disertai dengan intelektualitas baik dalam ilmu pengetahuan maupun sosial.
Penulis : Fatimah Azzahrah