Kisah Inspiratif Rizky Erliyandi Sang Pejuang SBMPTN Lulus 2017
Kamis, 14 Mei 2020
Peribahasa Seribu Kali Gagal Bagi Pejuang SBMPTN - Namaku Rizky, anak pertama dari tiga bersaudara. Dua adikku masih kecil, terpaut sepuluh dan empat belas tahun denganku. Aku hidup ditengah keluarga yang bahagia, namun secara ekonomi terkadang kami masih kekurangan. Ayahku hanya seorang buruh harian lepas dan ibuku hanya seorang ibu rumah tangga.
Kegiatanku ketika bersekolah layaknya pelajar-pelajar pada umumnya, pergi ke sekolah duduk di kelas dan mengikuti proses belajar dengan sebaik-baiknya. Tiga tahun lamanya, aku menghabiskan waktu untuk menuntut ilmu di sekolah yang tidak aku bayangkan dan tidak aku impikan sama sekali.
Sekolah itu adalah Madrasah Aliyah pilihan dari kedua orang tuaku. Meskipun bukan pilihanku, namun aku mencoba untuk tetap menerima dengan hati yang lapang dan menjadi yang terbaik hingga akhirnya aku memperoleh beasiswa pendidikan penuh selama tiga tahun ditambah dengan biaya bimbingan belajar selama satu tahun ketika kelas dua belas karena aku sempat juara olimpiade geografi tingkat kabupaten.
Kisah Inspiratif Sang Pejuang SBMPTN
Tak terasa waktu begitu cepat berlalu, ketika itu aku sudah memasuki kelas dua belas artinya dalam hitungan hari aku akan lulus. Beragam ujian telah aku lalui, dan sebentar lagi aku akan menghadapi ujian akhir yakni Ujian Nasional. Tiba saatnya aku menyatakan mimpiku kepada orang tuaku untuk berkuliah. Berbekal keyakinan dan motivasi dari guru-guruku, maka aku pun berhasil mengutarakannya pada suatu malam ketika kami sekeluarga berkumpul.
“saya ingin kuliah”. Tidak ada jawaban, yang ada hanya rasa bingung yang tergambar dari air wajah ibu dan bapakku.
“Saya akan usahakan untuk mendapatkan beasiswa penuh agar tidak memberatkan bapak dan ibu”. Tambahku untuk myakinkan mereka.
Lalu, ibuku mulai berkomentar “Bukannya kami tidak memikirkan hal ini, bahkan sejak jauh-jauh hari kami sangat mengerti keinginanmu, namun kamu pun tahu keadaan kita, kondisi ibu dan bapakmu ini. Ibu dan bapak tidak akan menghalangi mimpimu, kalau kamu memang bersungguh-sungguh silahkan berkuliah dan berusahalah berdiri diatas kakimu sendiri, carilah beasiswa dan belajarlah dengan keras. Kalau kamu mengandalkan kedua orang tuamu ini, sungguh bapak dan ibu tidak sanggup untuk menguliahkanmu...”. Ucapan ibu itu membuatku lega sekaligus khawatir juga tertantang.
Bagiku, kesempatan ini merupakan kesempatan emas dan harus aku pergunakan dengan sebaik-baiknya. Tiba saatnya pendaftaran SNMPTN dilaksanakan dan aku sudah mantap untuk memilih PTN serta jurusan yang aku impikan. Dan ketika itu aku resmi tercatat sebagai pendaftar SNMPTN jalur bidikmisi. Hari pengecekan pengumuman pun tiba, dan ternyata aku tidak lulus SNMPTN 2017 kala itu. Aku merasa sangat sedih dan frustasi karena merasa kecewa pada keadaan dan itu berlangsung lebih dari sebulan lamanya.
Tidak ada komentar dari orang tuaku, dan mereka membiarkanku untuk berusaha membenahi diriku secara mandiri, tapi aku tahu sebenarnya mereka menguatkanku melalui do’a-do’a mereka. Selain itu, aku ikut juga jalur PMDK-PN yakni jalur seleksi untuk Pliteknik Negeri namun aku tidak lulus juga. Semangatku perlahan-lahan dikikis oleh kenyataan, namun belum habis.
Aku masih ingin tetap berjuang. Dan memutuskan untuk mendaftar di sekolah kedinasan, hal tersebut disambut baik oleh kedua orang tuaku. Tiba saatnya tes tertulis dilaksanakan, test tersebut dilaksanakan di kota Bandung, kota yang belum aku kunjungi sebelumnya. Untuk mengikuti tes ini orang tuaku sampai meminjam uang kepada tetangga untuk bekal dan ongkosku pergi ke Bandung. Dengan modal nekat dan uang secukupnya akhirnya aku pergi. Tes kompetensi akademik dan wawasan kebangsaan pun aku ikuti, ternyata aku bisa melampaui nilai minimum untuk ke tahap selanjutnya. Tapi kelulusan resminya belum diumumkan.
Selang beberapa minggu, pengumuman itu pun sudah tersedia. Ternyata aku dinyatakan tidak lolos dalam seleksi itu karena nilai diurutkan berdasarkan rangking se-Provinsi. Sungguh rasanya kecewa sekali pada saat itu, juga malu yang aku rasakan karena telah mengecewakan kedua orang tuaku yang telah bersusah payah untuk membiayai kepergianku. Akupun meminta maaf kepada kedua orang tuaku. Namun sebenarnya akupun sulit untuk memaafkan diriku sendiri.
Kegagalan demi kegagalan aku rasakan pada saat itu, hingga tiba pada suatu saat aku melakukan evaluasi terhadap diriku sendiri. Banyak pertanyaan yang menyelimuti hatiku dan akupun berusaha mencari resolusi atas permasalahan tersebut. “Aku sudah berusaha banyak, berkorban ini dan itu.. tapi kok gagal terus ya?”
Pertanyaan semacam itu terus menggelayuti pikiranku, aku berpikir keras dan mendalam, mencoba memasuki dan mengenal diriku sendiri, berbincang dengan hatiku dan setelahnya maka aku menemukan banyak sekali kesalahan pada diriku. Mulai dari niatku, tujuanku serta peran Allah dalam hidupku yang tidak banyak aku perhatikan.
Hari terus berlanjut, tak terasa sudah sampai pada pelaksanaan jadwal jalur SBMPTN. Jalur ini merupakan jalur terakhir yang akan aku ikuti, entah lulus ataupun tidak yang terpenting aku sudah berjuang. Aku mengikuti jalur SBMPTN ini sebagai pelamar bidikmisi pula, jadi pendaftaran SBMPTN ku gratis. Namun kala itu, aku tidak berani menceritakan pendaftaran SBMPTN ini kepada kedua orang tuaku, aku takut mereka kecewa untuk kesekian kalinya. Sampailah aku pada saat itu aku mengikuti test tertulis serta memohon yang terbaik kepada Allah. Sekitar seminggu sebelum pengumuman SBMPTN di sebuah sore yang sejuk, kedua orang tuaku mengajakku untuk berdiskusi terkait masa depanku.
“Bapak sudah carikan kerja untuk kamu...” Tiba-tiba sore itu menjadi sore yang lebih muram dari soresore sebelumnya, bukan karena senja tidak mau menampakan keindahannya lagi kepadaku, namun jauh didalam sana, di dalam lubuk hatiku ada kekecewaan.. kekecewaan yang sudah aku prediksi sebelumnya, dan akhirnya terjad.
Aku tidak bergeming sama sekali, bingung terkait respon apa yang harus aku berikan atas pernyataan bapakku. Namun aku tak ingin bermaksud untuk tidak menerima i’tikad baik dari kedua orang tuaku, akhirnya aku ucapkan “Insyaalah” untuk antisipasi kemungkinan terburuk bagiku. Hari-hari yang ku tunggu akhirnya tiba, dan ternyata aku dinyatakan lolos SBMPTN 2017. Betapa bahagianya aku kala itu, sekaligus bingung yang aku rasakan terkait usaha orang tuaku yang sudah mencarikan pekerjaan untukku.
Namun aku mencoba untuk mengkomunikasikan kepada keduanya. “Bu, bapak saya diterima kuliah” Orang tuaku seketika bingung namun menunjukan ekspresi bahagia atas kelulusanku. “Alhamdulillah ibu dan bapak bangga sama kamu, namun kami tidak sanggup untuk menguliahkanmu nak..” ujar ibuku sambil berkaca-kaca. “Tenang saja bu, Insyaallah seluruh pembiayaan kegiatan belajarku dibiayai oleh pemerintah.. jadi bapak sama ibu tidak usah khawatir” ucapku berusaha untuk mengurangi kecemasan kedua orang tua ku saat itu.
Tanggal masuk kuliah sekitar seminggu lagi ketika itu, namun aku bingung karena belum memiliki tempat tinggal selama berkuliah, sementara orang tuaku tidak memiliki biaya untuk membayar kost untukku. Akhirnya berdasarkan rekomendasi dari salah satu guruku, maka aku mencari masjid untuk aku tinggali, Masjid demi masjid aku datangi, begitu perih dan melelahkannya perjuanganku saat itu, namun hatiku aku coba pautkan kepada Allah yang maha kaya, sampai akhirnya aku menemukan sebuah masjid yang mau menerimaku untuk menjadi takmir di masjid tersebut dan akupun akhirnya bertempat tinggal disana serta memiliki tugas untuk menjadi pengajar mengaji bagi anak-anak serta muadzim. Dan aku bahagia sekali. Kini, Allah telah menunjukan jalannya kepadaku. Meskipun jalan yang aku lalui begitu terjal dan bergelombang.
Namun sebuah hal yang indah aku temui. Terima kasih ya Allah..“Satu kali gagal bukanlah sebuah masalah, seratus kali gagal bukanlah sebuah masalah, seribu kali gagal bukanlah sebuah masalah. Yang menjadi masalah adalah ketika kamu gagal, lalu kamu menyerah”.
Judul Asli : Peribahasa Seribu Kali Gagal
Penulis : Rizky Erliyandi
Buku : Rangkaian Titik Kehidupan