Perjalanan Mantahari Hasibuan - Ku Gapai Asa, Ku Raih Cita Bersama Bidikmisi
Sabtu, 16 Mei 2020
Perjalanan Mantahari Hasibuan Meraih Cita-cita - Ku Gapai Asa, Ku Raih Cita Bersama Bidikmisi - Mimpi adalah seuatu hal indah yang diberikan Tuhan pada setiap insan. Setiap mimpi adalah bunga dari kehidupan yang harus dijaga, dirawat dan diperjuangkan agar nantinya akan mekar dan memberikan bunga indah yang membuat setiap insan kagum karenanya. Bagi sebagian orang bermimpi itu hanyalah sebatas angan yang tak akan ada artinya.
Bagiku mimpi adalah suatu kebutuhan, karena tanpanya hidup tidak akan berwarna. Perjalanan hidup yang ku lalui tak lain adalah berkat mimpiku dan tekadku untuk bisa menjadi sebuah pelita bagi keluarga yang akan membawa cahaya dalam kelamnya kehidupan.
Perjalanan Mantahari Hasibuan Meraih Cita-Cita
Namaku Mantahari Hasibuan, aku terlahir dari keluarga dengan kondisi ekonomi yang serba terbatas. Aku anak bungsu dari enam bersaudara. Lama bergelut dengan kemiskinan menjadikanku pribadi tangguh nan mandiri. Aku tak pernah menyesal dilahirkan dengan keadaan keluarga yang serba kekurangan, malah aku selalu bersyukur dari keterbatasan ini menjadikan kami sosok yang penuh kasih dan peduli pada sesama. Kasih saying dari orang tua dan saudaraku rasa lebih dari cukup untuk menutupi pahitnya kehidupan yang harus dijalani.
Salah satu mimpi terbesarku adalah aku ingin menjadi mahasiswa. Menempuh pendidikan di perguruan tinggi, belajar dan mengembangkan kemampuan dan wawasanku. Aku ingin memutar roda kehidupan yang telah terlalu lama berhenti tak bergerak pada keluargaku. Dulu aku sering berpikir apa mungkin anak sepertiku akan bisa mengecap bagaimana rasanya duduk di bangku perkuliahan, rasa pesimis selalu saja memenuhi pikiranku. Bagaimana tidak, saat anak kecil seusiaku dulu sibuk bermain sepanjang hari, aku harus bekerja membantu kedua orang tuaku.
Tak berat memang pekerjaanku, tapi bila dibandingkan degan mereka yang bisa bermain sepanjang hari sepulang sekolah rasanya aku ingin berontak, kenapa aku tidak seperti mereka saja? Kenapa aku harus bekerja sepulang sekolah ?. Akan tetapi hal itu akan hilang saat ku lihat kedua wajah tua yang selalu bersamaku, selalu mendukungku, berupaya sekuat tenaganya memberikan penghidupan yang layak bagiku.
Yah, aku memang terbiasa bekerja setelah pulang sekolah. Biasanya aku langsung ke kebun karet kami yang letaknya sekitar 2 KM dari desaku. Dengan kaki kecilku aku berjalan melewati setiap petak sawah hingga akhirnya sampai pada tempat tujuan, tak jarang aku berpapasan dengan ular bahkan babi liar sekalipun pernah hampir menabrakku Satu-satunya sumber penghasilan orang tua ku adalah dari kebun karet ini.
Jika dihitung tentu tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan kami, biasanya ayah jika libur sekolah misalnya hari minggu ayah akan bekerja di lading milik orang lain untuk mencari tambahan. Dan kami yang bekerja di kebun karet kami.
Masih segar di ingatanku, aku harus bekerja pagi hingga menjelang siang lalu siangnya aku harus berlari-lari diantara pematang sawah agar tidak terlambat ke sekolah. Dulu SMK tempatku belajar masih tergolong baru, jadi masih kekurangan banyak ruangan. Imbasnya kami siswa baru harus masuk siang hari. Setiap hari pagi-pagi sekali aku berangkat bersama Ibu, bahkan terkadang hanya seorang diri melawan rasa takut akan sunyinya hutan di pagi hari untuk bekerja ke kebun karet milik kami. Lelah bukan alasan untukku untuk tidak sekolah.
Terkadang karena cuaca aku jadi terlambat. Bayangkan tubuh kecilku yang sudah lelah bekerja dan berlari-lari agar tidak terlambat harus menerima sanksi lagi dari pihak sekolah. Karena sekolah kami SMK jadi kedisiplinan adalah satu hal yang tidak bisa ditawar, biasanya siswa yang terlambat akan disuruh jalan jongkok, push-up bahkan merayap. Tapi aku tak pernah mengeluh akan hal ini, bagiku ini lah yang akan menjadikanku pribadi yang lebih baik kedepannya.
Aku mengenal bidikmisi pada akhir semester yaitu pada saat pembukaan jalur seleksi SNMPTN. Tak banyak yang ku tahu mengenai bidikmisi saat itu, yang ku tahu bidikmisi itu penerimanya dibebaskan biaya kuliah dan diberikan uang jajan setiap bulannya. Mendengar ini semangatku untuk mewujudkan mimpiku untuk menjadi mahasiswa semakin membara. Pada saat pendaftaran dibuka aku pun mencoba mengajukan diri untuk dapat rekomendasi dari pihak sekolah. Jauh dari harapanku aku pun ditolak.
Alasannya sederhana dan tak masuk akal bagiku, hanya karena aku adalah anak bungsu. Mereka berpikir jika aku anak bungsu dan anak terakhir yang sekolah orang tuaku akan mampu menyekolahkanku, mereka tidak mempertimbangkan bahwa jika aku anak terakhir dan sudah dewasa lantas sudah seberapa tua kedua orang tua ku, tidakkah mereka menyadari bahwa kedua orang tua ku sudah usia lanjut tenaganya saja bahkan sudah tak lagi produktif. Dengan penuh harap ku jelaskan kondisi ku pada mereka, namun tetap saja aku anak bungsu dan aku tak layak mendaftar bidikmisi.
Marah, kesal dan pastinya kecewa itulah yang kurasakan. Aku bahkan sampai mengucapkan sumpah serapah meski tak langsung pada mereka. Mengapa aku yang berkeinginan kuat untuk kuliah malah tidak diperdulikan? Aku hanya diam, dalam hatiku ku tanamkan aku akan berhasil dan ketika waktu itu datang aku akan kembali untuk membuktikan kalian salah dan aku akan memastikan tidak akan ada lagi yang bernasib sama sepertiku di sekolah ini.
Gagal mendapatkan rekomendasi dari pihak sekolah tak lantas menyurutkan langkahku untuk kuliah. Aku pun mendaftar sebagai peserta regular, dan saat pengumuman keluar dinyatakan tidak lulus. Sakit memang, tapi apa mau dikata itulah takdir yang harus dijalani. Gagal, tak membuat tekadku surut. Aku harus kuliah bagaimanapun caranya.
Jika ditanya hal yang anda sesali pernah anda lakukan? maka jawabannya adalah aku pernah mengikuti ujian masuk ke politeknik di Medan. Kenapa? Dari awal sudah ku jelaskan kondisi ekonomi keluargaku, untuk makan sehari saja terkadang orang tuaku harus berhutang terlebih dahulu agar kami bisa makan.
Bayangkan dari mana meraka akan mendapatkan uang untuk biayaku ujian? Saat itu aku ujian dan aku tidak juga lulus. Sepulangnya kerumah aku akhirnya tahu bahwa uang yang ku gunakan untuk berangkat ujian adalah hasil penjualan padi kami satu musim.
Kami memang bertani, namun sawahnya adalah milik orang lain. Kami hanya menyewa saja, biasanya bayarannya setelah panen. Rasa marah, sesal tak dapat ku bendung, mengapa aku begitu bodoh? mengapa aku begitu egois? Hasil keringat orang tua ku selama berbulan-bulan dengan mudahnya ku habiskan dan yang ku bawa adalah kekecewaan. Tentu kedua orang tuaku takkan kecewa meski aku gagal, namun rasanya tak adil bagi mereka atas perlakuanku.
Sesal inilah yang kemudian membuatku bungkam, tak lagi mau kuliah ditambah dengan beberapa minggu kemudian Ibu ku mencurahkan isi hatinya padaku. Meminta maaf padaku karena tak mampu memberikanku kehidupan yang layak dan tak mampu menguliahkanku, meminta maaf karena tak bisa memberikan apa yang diberikan orang tua lain pada anaknya.
Dia menangis, air matanya jatuh karena aku, karena aku. Aku hanya terdiam mataku berlinang tak sanggup mengucapkan satu patah katapun padanya. Sejak saat itu aku tak lagi bicara tentang mimpiku menjadi mahasiswa, mimpi itu telah ku kubur dalam-dalam hingga aku bahkan lupa aku pernah memilikinya.
Tak bisa kuliah aku akhirnya memutuskan bekerja, aku kemudian diminta untuk menjadi teknisi di salah satu TV Kabel milik guruku SMK. Di sela-sela pekerjaan ku cari informasi mengenai bidikmisi ku kirimi pesan di berbagai akun media sosialnya. Yang akhirnya membuahkan hasil, aku akhirnya mendaftarkan diri secara mandiri sebagai calon penerima bidikmisi.
Aku akhirnya di terima di Universitas Negeri Medan Prodi D3-Teknik Sipil sebagai mahasiswa bidikmisi. Betapa bahagianya kedua orang tuaku mendegar hal ini. Akhirnya anaknya bisa kuliah. Alhamdulillah saat ini aku sudah memasuki semester terakhir perkuliahan untuk mendapatkan gelar A.Md yang telah ku perjuangkan.
Aku kembali ke sekolahku, ku nyatakan aku mahasiswa dan aku bidikmisi. Mereka hanya terdiam, mereka heran bagaimana bisa? Ku patahkan setiap perkataan yang mereka lemparkan dulu padaku. Aku tidak membenci mereka, bahkan aku malah bersyukur. Mungkin jika aku direkomendasikan maka aku tidak akan tahu apa artinya berjuang, berjuang untuk mewujudkan suatu mimpi. Karena dari perjalanan ku ini ku dapati pelajaran yang tak semua orang akan bisa mendapatkannya.
Jika kau punya mimpi, jika kau punya angan kau harus siap dengan badai rintangan yang akan menghujani mu. Karena disetiap cerita kesuksesan tidak ada jalan mudah yang akan kau dengar. Bulatkan tekadmu, jika aku bisa maka kau pun bisa, bahkan lebih baik lagi. Mintalah padaNya, kau tidak akan kecewa. Percayalah rencana Tuhan itu sungguh indah.
Tak ingin ada yang bernasib sama denganku, setiap libur perkuliahan selalu ku sempatkan sosialisasi bidikmisi (BMGTS) ke berbagai sekolah ke seluruh Kabupatenku, memberi sedikti motivasi untuk tidak takut bermimpi. Dan Alhamdulillah untuk tahun ini sudah lebih sepuluh orang ku daftarakan bidikmisi.
Baca Juga : Kisah Popy Wahyu Ningsih Gadis Menjemput Mimpi
Baca Juga : Kisah Popy Wahyu Ningsih Gadis Menjemput Mimpi
Judul Paten : Ku Gapai Asa, Ku Raih Cita Bersama Bidikmisi
Penulis : Mantahari Hasibuan
Buku : Rangkaian Titik Kehidupan
Buku : Rangkaian Titik Kehidupan