Rangkaian Titik Kehidupan
Minggu, 17 Mei 2020
Rangkaian Titik Kehidupan - Kehidupan di dunia yang diberikan Tuhan kepadaku, menunjukkan betapa indahnya warna-warni pelangi kehidupan. Walau warna hitam dan putih mendominasi dalam perjalanan hidupku. Perjalanan yang aku alami sangat beraneka bentuknya. Bentuk kebahagiaan sering menghampiri lalu hilang lalu datang kembali. Begitu juga bentuk kesedihan, datang tanpa dijemput, pulang pun tak diantar. Namun, aku bangga dengan perjalanan hidupku. Berawal dari 2 bentuk ekspresi kehidupanku. Aku menjadi manusia yang lebih tahu diri akan pentingnya hidup dalam kebermanfaatan.
Rangkaian Titik Kehidupan
Rangkaian perjalanan hidupku terpola oleh sebuah titik. Titik sering digambarkan oleh orang untuk menandakan posisi dan keadaan diri seseorang. Titik yang dibentuk dengan rapi dilandasi oleh pembentukan sikap yang baik maka akan terbentuk garis yang lurus. Namun, titik yang hanya dilandasi oleh kebiasaan yang buruk akan tercipta garis yang tak beraturan. Titik kehidupanku mungkin tak beraturan, namun Tuhan selalu menunjukkan arah untuk membuat kehidupanku lurus ke depan dengan harapan hidup yang lebih indah.
Titik Pertama: Awal dari Kata Perjuangan.
Delapan tahun yang lalu, peristiwa indah itu masih teringat di memoriku. Waktu itu aku berbahagia dengan teman-teman sekolah dasarku. Kami bahagia dalam perayaan kelulusan. Kami tak hiraukan nilai yang kami dapat. Kami hanya fokus dalam indahnya arti kelulusan. Kelulusan pada jenjang sekolah menandakan jalan pertama perjuangan telah terlintas dengan lancar.
Pada kelulusanku, aku mendapatkan peringkat 3 dengan nilai Ujian Nasional tertinggi di sekolah dasar aku. Aku begitu bahagia karena berhasil mendapatkan nilai bagus. Ibuku hanya bisa memberikan senyum indah saja. Senyum indah Ibuku sudah mengekspresikan betapa beliau bangga terhadapku.
Namun, dibalik kebahagiaanku tersimpan rasa kecewa. Kekecewaan yang didasari oleh tidak dapat mengalahkan temanku yang mendapat peringkat satu. Waktu itu aku sedang mengalami masalah keluarga yang dapat dibilang memuncak dalam tahap pemanasan uap emosi. Keluargaku terpecah bagai gelas pecah yang tak dapat disambung lagi. Aku selalu melarikan diri dari masalah keluarga ke tempat Play Station (PS). Tempat itu menghipnotisku hingga aku lupa waktu dan belajar. Belajarku berantakan dan tak terarah. Tangisan selalu terjadi terhadap diriku karena merasa sendirian.
Namun, selalu ada sosok sahabat yang mendampingiku dalam mendungnya awan yang sedang menyelimuti kehidupanku saat masih berusia anak-anak. Ketika masih kecil, seorang anak perlu dirangkul supaya karakter anak tidak jatuh dari kebaikan dan menuju ke arah keburukan. Sahabatku lebih tua daripada aku.
Dia selalu memberi aku pesan moral yang didalamnya mengingatkan betapa pentingnya arti keluarga. Di dalam keluarga, pertikaian dan perdebatan harus menjadi hal yang ditolak oleh diri kita untuk dilakukan. Rasa percaya dan memaafkan antar anggota keluarga harus selalu dirawat dan dipupuk supaya keharmonisan di keluarga kecil itu dapat terjadi.
Titik Kedua: Tindas dan Hina, Dua Kata Yang Aku Benci.
Kekecewaan atas tidak mendapat peringkat 1 masih berlanjut saat aku mendaftar Sekolah Menengah Pertama. Nilaiku tidak mencukupi untuk mendaftar sekolah yang dapat dibilang memiliki kredibilitas tinggi. Aku mendapatkan sekolah di pilihan kedua. Sekolah yang aku pun tak tahu dimana letaknya. Aku hanya pasrah dengan hidup, karena memang ini sudah alur hidup yang harus aku lintasi. Marah, kecewa, dan sedih mungkin hanya bisa terjadi di batin namun tak bisa diungkapkan lewat lisan.
Pendaftaran ulang Sekolah Menengah Pertama telah dibuka. Informasi biaya disampaikan oleh petugas sekolah kepada Ibuku. Ibuku hanya bisa kaget karena tak memiliki tabungan untuk membayar dan harus disegerakan. Ibuku menghubungi beberapa anggota keluarga namun tak dapat membantu. Datang ke anggota keluarga satu ke keluarga lain pun juga sama. Meminjam ke tetangga juga tidak dapat.
Pada akhirnya, keluarga Ayahku meminjamkan uang dengan sistem utang (yang terikat dengan sebuah kertas perjanjian). Mungkin hal ini sering terjadi pada keluarga orang lain dimana anggota keluarga yang memiliki penghasilan rendah hanya bisa dianggap sampah sedangkan yang memiliki harta lebih dianggap sebagai bangsawan. Penindasan yang terjadi selalu teringat olehku. Teringat secara jelas melalui mata dan telinga aku.
Uang yang dipinjam (utang) dari keluarga Ayah untuk membayar pendaftaran ulang sekolahku langsung dibayar oleh Ibuku dengan cara meminjam uang dari orang lain supaya tidak mendapat omongan yang lebih pedas lagi. “Orang lain lebih baik daripada keluarga sendiri” perkataan ini selalu membisik dan merasuk dalam sukmaku.
Keluarga itu penting namun ketika keluargamu hanya dapat menghina dan menindas apa arti keluarga masih bisa terjaga? Pergi dan melupakan mereka, apa hal yang pantas untuk aku lakukan? Egoku selalu memantrai diri untuk bersikap seperti itu karena tak mau mengenal arti penindasan lagi di keluargaku. Aku boleh dicaci, dihina, ditindas dengan segala macam cara namun ketika Ayah dan Ibuku ditindas aku akan melakukan perlawanan walau itu menyakitkan buatku.
Titik Ketiga: Dunia Persahabatan.
Pada awal masuk Sekolah Menengah Pertama, aku berkenalan dengan anak laki-laki bertubuh mungil dan pemalu. Pemalu, mungkin kata yang sepintas aku pikirkan, namun ternyata dia anak yang super cerewet dan menyebalkan. Dia sangat pandai membuat aku tertawa hingga aku tak tahu telah tertawa terbahak-bahak. Dia sangat mirip denganku. Memiliki masalah terhadap keluarga, dan menganggap di dunia ini kami sendirian. Kami saling memahami satu sama lain.
Kami bertukar pendapat dan bermain bersama ketika istirahat berlangsung. Kami belajar bersama dan membaca buku bersama. Bersendau gurau dengan guru perpustakaan ketika istirahat juga menjadi memori yang istimewa untuk diingat. Persahabatan yang indah ini terjalin selama tiga tahun di SMP dan kami masih bersahabat hingga sekarang walau terkadang pertikaian menjadi bumbu di persahabatan kami.
Titik Keempat: Maju Atau Mundur.
Seusai kelulusan Sekolah Menengah Atas, aku ingin melanjutkan dunia perkuliahan. Aku telah menempuh jalur SNMPTN dan SBMPTN namun Tuhan membengkokan alur jalanku. Aku mencoba mendaftar Perguruan Tinggi Swasta yang dapat diajukan beasiswa supaya dapat meringankan biaya orang tua. Tak ada satu pun Perguruan Tinggi Swasta yang cocok kecuali di UMS.
Persyaratan di UMS aku lakukan untuk daftar masuk ke kampus tersebut. Di samping itu juga, aku mendaftar Seleksi Mandiri Perguruan Tinggi di UNS. Sehari sebelum pengumuman Seleksi Mandiri aku tidak dapat mendaftar di UMS karena jurusan yang aku ambil sudah terpenuhi kuotanya. Aku hanya pasrah, namun Tuhan berkehendak lain. Aku membuka website UNS di hari berikutnya yang menyatakan aku LOLOS di Perguruan Tinggi tersebut. Bahagia dibalut air mata sebagai luapan ekspresi diriku.
Berkas-berkas yang dibutuhkan untuk registrasi telah aku kirimkan. Berkas- berkas tersebut dikirim dengan tujuan untuk menghitung biaya kuliah tiap mahasiswa baru. Aku begitu kaget dengan nominal uang biaya kuliah yang harus aku bayar. Tak mungkin orang tuaku mampu untuk membayar biaya kuliah itu untuk saat ini. Rasanya perjuangan pendidikanku sepertinya akan putus di tengah jalan.
Pengorbanan yang aku jalani selama ini juga akan sia-sia. Aku hanya bisa meminta restu dari Sang Pencipta. Sang Pencipta pun menjawabnya. Dia mengirimkan penyelesaian dari masalahku. Anggota keluarga Ibu meminjamkan uang kepada Ibu untuk membayar kuliah perdanaku. Aku kini dapat berkuliah dengan baik di kampus yang aku inginkan. Alhamdulilahnya aku mendapatkan beasiswa Bidikmisi Pengganti yang diajukan Universitas. Mungkin benar, Tuhan sedang mengatur jalan kehidupanku supaya aku tetap teguh dalam berjuang dalam mengejar impian.
Judul Paten : Rangkaian Titik Kehidupan
Judul Buku : Rangkaian Titik Kehidupan
Penulis : Rizhal Akbar Jaya Pratama