Alat Musik Angklung Berasal dari Daerah Mana? dan Berikut Penjelasannya!
Alat Musik Angklung Berasal dari Daerah Mana dan terbuat dari bahan apa? serta bagaimana cara pembuatannya? dan Berikut Penjelasannya! - Halo sahabat semua, diantara kalian pasi sudah sering mendengar alat musik tradisional yang satu ini, bahkan diantara kalian ada yang jago memainkan alat musik angklung. Nah, disini akan kami ulas tentang si angklung yang unik ini. Untuk itu, yuk simak ulasannya dengan seksama.
Alat Musik Angklung
Sumber Gambar; Detik.Net.id |
Angklung merupakan alat musik yang bernada ganda dan alat musik ini telah dikenal sejak abad ke 11. Nama angklung sendiri aslinya berasal dari Bahasa Sunda yaitu sebutannya angkleung-angkleungan. Nama Angklung terdiri dari dua suku kata yaitu angka yang artinya nada dan lung yang artinya pecah.
Cara Memainkan Angklung
Alat musik Aklung terbuat dari bahan bambu dan cara memainkannya dengan cara digoyangkan. Bunyi Angklung tersebut dihasilkan oleh adanya benturan badan pipa bambu tersebut sehingga bisa menghasilkan bunyi yang mana bergetar dalam susunan nada yaitu 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukurannya, baik ukurannya besar maupun kecil.
Sejarah Angklung
Bentuk dari alat musik angklung itu terdiri dari dua atau bahkan lebih dari satu batang bambu dalam berbagai ukuran yang sesuai dengan kebutuhan dari tinggi rendahnya nada yang sengaja dibentuk menyerupai alat musik calung. Menurut Dr. Groneman, Alat Musik Angklung telah ada di Nusantara sudah lama sekali, bahkan sebelum masa dari kejayaan era Hindu. Menurut Jaap Kunst seorang sejarahwan dalam bukunya Music in Java, selain di daerah Jawa Barat, alat musik Angklung ini juga bisa kita temui di daerah Sumatra Selatan dan daerah Kalimantan. Di luar itu, bagi masyarakat Lampung, Jawa Tengah, dan Jawa Timur juga mengenal alat musik Angklung tersebut.
Adapun di lingkungan Kerajaan Sunda pada (abad ke 12 – 16) , alat musik Angklung dimainkan sebagai bentuk dari pemujaan terhadap Nyai Sri Pohaci yang mana sebagai lambang dari Dewi Sri (dewi padi/dewi kesuburan), Selain itu, konon alat musik Angklung juga merupakan bagian dari alat musik yang dimainkan sebagai pemacu semangat dalam perjuangan peperangan, sebagaimana yang diceritakan dalam Sejarah Kidung Sunda.
Adapun ada dua tokoh Sunda yang berperan dalam perkembangan Alat Musik Angklung di Jawa Barat adalah Bapak Daeng Soetigna dimana dinobatkan sebagai Bapak Angklung Diatonis Kromatis dan Bapak Udjo Ngalagena yang juga mengembangkan teknik permainan berdasarkan laras-laras salendro dan pelog.
Nah pada tahun 1938, Bapak Daeng Soetigna tersebut menciptakan alat musik angklung dengan tangga nada diatonis. Alat musik Angklung inovasi Bapak Daeng Sutigna tersebut ternyata berbeda dengan jenis angklung pada umumnya yang mana berdasarkan tangga nada tradisional pelog atau salendro itu sendiri. Dari inovasi inilah yang menjadi cikal bakal dan kemudian membuat alat musikl Angklung dengan mudah dan leluasa bisa dimainkan secara harmonis bersama alat-alat musik tradisional Jawa Barat, bahkan Alat musik Angklung bisa disajikan dalam bentuk sebuah orkestra. Sejak saat itu, alat musik Angklung kian populer, hingga akhirnya organisasi PBB, melalui UNESCO, pada bulan November 2010, mengakui bahwa alat musik Angklung sebagai warisan dunia yang harus dilestarikan.
Setelah Bapak Daeng Soetigna, ada salah seorang muridnya, yaitu Bapak Udjo Ngalagena, meneruskan usaha dari Sang Guru dan mempopulerkan alat musik Angklung temuannya tersebut, dengan sebuah usaha yaitu mendirikan “Saung Angklung” yang ada di daerah Bandung. Hingga hari ini, detik ini tempat yang mana kemudian dikenal sebagai “Saung Angklung Udjo” tersebut hingga saat ini masih menjadi pusat kreativitas yang berkenaan dengan alat musik Angklung.
Bahan dasar dalam pembuatan angklung
Bahan baku alat musik angklung adalah bambu hitam dalam proses pembuatannya dengan perlakukan yang khusus baik itu dalam melakukan pengambilan bambunya dari alam.
Bambu yang digunakan adalah :
- Bambu hitam
- Bambu temen
- Bambu apus , dan
- Bambu surat
Jenis Angklung
a. Angklung Kanekes
Jenis Angklung Kanekes adalah sebuah Angklung yang mana dimainkan oleh masyarakat Kanekes (Suku Baduy), di daerah Banten. Tradisi Angklung ini sudah ada pada masyarakat Kanekes bahkan ini terbilang kuno, dan hingga saat ini tetap dilestarikan sebagaimana dari fungsi yang dicontohkan para leluhur mereka, yakni alat musik angklung kanekes digunakan untuk mengiringi ritual bercocok-tanam (padi), jadi hal ini bukan semata-mata untuk hiburan orang-orang ya. Angklung jenis ini hanya digunakan atau dibunyikan ketika masyarakat suku baduy hendak menanam padi di huma (ladang).
Nah adapun pada masyarakat Kanekes ini ternyat terbagi lagi menjadi dua kelompok, yakni Kelompok Baduy Kajeroan (Baduy Dalam) dan kelompok Baduy Kaluaran (Baduy Luar), adapun yang berhak untuk membuat Angklung jenis ini hanyalah warga Baduy Jero, itu pun juga tidak bisa dilakukan semua orang, melainkan hanya bagi mereka yang menjadi keturunan para pembuat Angklung saja yang berhak membuatnya. Sementara itu, bagi warga Baduy Luar tidak berhak membuat Angklung, melainkan mereka cukup membelinya dari warga Baduy Jero. Alat musik ini juga mempunyai nama-nama tersendiri yaitu: dongdong, gunjing, indung, ringkung, engklok, indung leutik, torolok, dan roel.
b. Angklung Gubrag
Jenis Angklung yang kedua yaitu Angklung Gubrag dimana ini terdapat di kampung Cipining, kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor. Jenis angklung ini ternyata telah berusia tua dan dulu sering digunakan untuk menghormati dewi padi dalam acara kegiatan melak pare (menanam padi), ngunjal pare (mengangkut hasil padi), dan ngadiukeun (menempatkan padi) ke leuit (lumbung). Dalam mitosnya alat musik angklung gubrag ini mulai ada ketika pada suatu masa kampung Cipining sedang mengalami musim paceklik. Hal ini terkait dari mitos si Dewi Sri yang enggan menurunkan hujan di wilayah tersebut.
c. Angklung Padaeng
Ada lagi, jenis angklung Padaeng yang dikenalkan oleh Bapak Daeng Soetigna pada tahun 1938. Inovasi angklung dari Bapak Padaeng ini yaitu terdapat pada laras nada yang digunakan yaitu nada diatonik yang sesuai dengan sistem musik Jawa Barat. tentu ini sejalan dengan teori musik Angklung Bapak Padaeng secara khusus yang dibagi ke dalam dua kelompok, yakni: angklung akompanimen dan angklung melodi.
Angklung melodi adalah jenis angkung yang secara spesifik itu terdiri dari dua tabung suara yang mempunyai beda nada 1 oktaf. Pada satu unit jenis angklung, pada umumnya terdapat 31 angklung melodi yang ukurannya kecil dan 11 angklung melodi yang berukuran besar. Sementara itu, untuk jenis angklung akompanimen adalah jenis angklung yang biasa digunakan sebagai alat musik pengiring untuk memainkan suatu nada-nada harmoni.
Tabung suaranya juga terdiri dari 3 sampai 4 buah tabung, sesuai dengan akor diatonisnya. Setelah adanya inovasi Bapak Daeng Soetigna, ada lagi pembaruan-pembaruan yang lainnya terhadap alat musik angklung, maka tidak heran alat musik ini terus berkembang. Beberapa diantaranya adalah: Angklung Arumba, Angklung Toel, Sarinande dan Angklung Sri Murni.
c. Angklung DogDog Lojor
Sumber Gambar: Indonesiakaya.com |
Jenis angklung yang terakhir yaitu angklung DogDog Lojor. Jenis ini sering digunakan masyarakat pada acara kesenian dogdog lojor yang terdapat di kampung Kasepuhan Pancer Pangawinan atau di wilayah kesatuan adat Banten Kidul yang mana tersebar di sekitar Gunung Halimun.
Baca Juga: Asal Daerah Alat Musik Bonang Lengkap Dengan Penjelasannya
Istilah angklung Dogdog Lojor itu sendiri, pada sejatinya diambil dari sebuah nama salah satu alat musik instrumen dalam sebuah tradisi ini, yakni Dogdog Lojor. Jadi alat musik Angklung yang digunakan pada tradisinya memiliki fungsi, yakni sebagai alat musik pengiring ritus bercocok-tanam padi. Setelah mayoritas masyarakat di sana menganut Agama Islam, dalam perkembangannya bahwa kesenian tersebut ternyata juga digunakan untuk mengiringi acara khitanan dan perkawinan. Dalam kesenian Angklung Dogdog Lojor, terdapat 2 alat instrumen Dogdog Lojor dan 4 instrumen alat musik angklung besar.