5 Tarian Adat Gorontalo yang Jadi Kekayaan Budaya Indonesia
Tarian Tradisional Adat Gorontalo yang Jadi Kekayaan Budaya Indonesia - Provinsi yang baru berdiri di tanggal 22 Desember 2000 berada di Pulau Sulawesi. Meskipun Propinsi Gorontalo terhitung propinsi baru, tapi tidak berarti mereka tidak mempunyai seni dan kebudayaan. Suku Gorontalo dikenali mempunyai kebudayaan yang maju semenjak jaman dulu.
Tarian Adat Gorontalo
Tarian adat Gorontalo sebagai salah satunya bukti kebudayaan warga Gorontalo. Apa tariannya? Baca penuturannya berikut ya.
1. Tari Saronde
Tarian adat Gorontalo yang pertama ialah Tari Saronde. Tarian ini sebuah tarian yang diambil dari adat di saat malam lamaran dan serangkaian upacara perkawinan tradisi tarian yang warga Gorontalo. Biasanya tarian ini dilaksanakan oleh beberapa penari wanita dan penari laki-laki.
Para penari wanitanya menarikan pergerakan ciri khas menggunakan seledang sebagai atribut saat menari. Dahulu Saronde digunakan sebagai fasilitas dalam Molihe Huali, yakni adat untuk melihat atau melihat calon mempelai wanita karena dahulu warga Gorontalo tidak mengenali pacaran.
Karena itu jalinan keduanya masih ditata seutuhnya oleh orangtua atau keluarga mereka. Umumnya mempelai prialah yang lakukan tarian ini di depan mempelai wanita bersama dengan orangtua atau wali.
Saat sedang menari, mempelai lelaki dapat mencuri-curi pandang ke mempelai wanita supaya dapat mengetahui seperti apakah calon wanita yang hendak jadi istrinya. Dan mempelai wanita yang diam dalam ruangan, secara dikit demi sedikit akan menunjukkan dianya.
Tujuan dia lakukan ini supaya si mempelai lelaki ketahui jika dianya sedang memerhatikan dianya. Pergerakan dalam tarian ini lebih dikuasai oleh pergerakan mengayunkan tangan dan kaki di depan dengan berganti-gantian. Kadang-kadang penari mainkan seledangnya dengan berputar.
Formasi tarian juga dapat berubah-ubah tergantung acara yang berjalan waktu itu. Susunannya bisa juga diganti ganti disamakan dengan acara yang berjalan. Alat musik yang menemani tarian saronde ialah rebana dan nyanyian vocal.
Umumnya lagu yang digunakan dalam tarian itu ialah lagu khusus dari tari seronde. Di jaman saat ini, acara tari saronde tetap dikerjakan dalam serangkaian tradisi pernikahan suku Gorontalo karena sebagai sisi dari tradisi adat jadi punyai makna sendiri yang tidak dapat ditinggal.
2. Tari Dana-Dana
Selanjutnya, tarian tradisi Gorontalo yang lain yang masih dilestarikan sampai saat ini ialah tari dana-dana. Tari mempunyai dua peranan, yaitu sebagai tari penyambutan dan tari perayaaan. Biasa untuk tari penyambutan dihantarkan dalam acara penyambutan tamu.
Sementara untuk tari perayaan dihantarkan saat perayaan tradisi atau perayaan-perayaan hari besar. Di bagian pariwisata, tari dana-dana memiliki daya magnet tertentu. Sering tarian ini ditampilkan dalam serangkaian acara promo pariwisata dari Provinsi Gorontalo.
Seiring dengan perubahan sosial yang terjadi, tarian ini juga terus alami perubahan. Tarian dana-dana yang merupakan tarian untuk beberapa remaja terus alami peralihan ikuti peralihan pada kehidupan remaja saat ini.
Tujuan dari peralihan atau modifikasi tarian ini ialah supaya remaja di saat ini masih bisa terima tarian ini. Tarian dana-dana saat ini telah alami beberapa peralihan seperti misalnya dipadukan dengan tari cha-cha.
Tari dana-dana classic sebagai tarian yang orisinalitas pergerakan, irama musik dan faktor yang lain masih tetap dipertahankan sampai sekarang ini. Sementara tari dana-dana kekinian sebagai tarian yang telah alami peralihan dari sisi pergerakan, musik faktor lainnya.
Karena itulah tari dana-dana dipisah jadi dua, yakni tari dana-dana classic dan kekinian. Walau alami alih bentuk, tarian dana-dana kekinian masih berdasar pada nilai kepribadian dan filosofis dari tarian aslinya. Modifikasi tarian ini tetap harus dapat sampaikan pesan positif ke penyukanya.
3. Tari Polopalo
Masih ada tarian adat Gorontalo yang tidak kalan menari, yakni tari polopapo. Tarian ini sebagai tarian yang aslinya dari Gorontalo. Biasanya, tarian ini ialah tarian pertemanan yang ditampilkan oleh beberapa remaja di wilayah Propinsi Gorontalo.
Polopalo yang menjadi nama tarian ini sebetulnya sebagai nama alat musik tradisionil ciri khas Propinsi Gorontalo. Alat musik polopalo ialah tipe alat musik idiofon, yakni alat musik yang sumber bunyinya datang dari dari tubuhnya sendiri.
Ketika membawakan tarian ini, umumnya beberapa penari menggunakan alat musik polopalo ini sebagai property mereka. Saat ini in tari polopalo berkembang banyak mengakibatkan tarian ini dipisah jadi dua, yakni tari polopalo tradisionil dan polopalo kekinian. Ada ketidaksamaan di ke-2 tarian itu.
Salah satu sebagai ketidaksamaan antara ke-2 tarian ini, yakni jumlah penarinya. Biasanya pada tari polopalo tradisionil jumlah penarinya cuman seseorang dan musik pendampingnya akan dimainkan sendiri. Sementara tari polopalo kekinian ditampilkan secara barisan dengan iringan aransemen musik.
4. Tari Biteya
Tari Biteya adalah tarian tradisi Gorontalo yang dibuat oleh mendiang Bapak Umar Djafar yang membuat lagu pendampingnya dengan judul sama dengan nama tarinya. Selanjutnya, Bapak Wazir Antuli dan Bapak Kum Eraku yang disebut seniman tari meningkatkan tarian ini
Kata Biteya asalnya dari kata bite yang ini berarti dayung. Biteya bisa disimpulkan dayunglah sampai ke tujuan. Nama yang diberi ini terkait dengan yang dihidangkan dalam tarian ini. Tarian ini bercerita kehidupan nelayan, mulai dari penyiapan hingga proses penangkapan ikan.
Pada penampilannya, tarian Biteya ditampilkan oleh 5-7 pasang penari putra dan putri yang menggunakan baju golongan nelayan yang banyak memakai warna hitam. Selaini itu, mereka menggunakan ikat kepala, sarung di pinggang dan memakai tolu. Musik pendampingnya kombinasi etnis dan kekinian.
5. Tari Tidi
Tarian klasik dalam budaya Gorontalo dapat disebutkan diwakilkan oleh Istilah Tidi. Mulai dari gerak, baju, skema, property tarian ini punyai nilai tertentu, jadi tidak bisa diganti. Tari tidi telah ada dari sejak jaman pemerintah Raja Eyato ataupun waktu Islam kuat di Kerajaan Gorontalo.
Sesuai dengan falsafah warga di tempat, yakni tradisi bersendi syara', syara' bersendikan Kitabullah atau Al-Quran hingga setiap sisi yang membuat tari tidi sebaiknya sesuai nilai agama Islam. Tarian ini harus berisi nilai kepribadian dan nilai pengajaran.
Berkaitan dengan nilai-nilai barusan, karena itu dikenallah lima ketergantungan. Ketergantungan itu salah satunya ketergantungan dalam melakukan syariat Islam, kekeluargaan, yakni keluarga, tetangga, dan warga, sebagai ratu rumah tangga, pertemanan setiap hari, dan ketergantungan hak dan kewajiban rumah tangga.
Ada tujuh tidi yang berkembang di Gorontalo bila mengarah pada buku kreasi Farha Daulima dan Reiners yang dengan judul "Mengenali Tarian Wilayah Tradisionil dan Classic Gorontalo". Ketujuhnya yakni Tidi Lo Polopalo, Tidi Da'a, Tidi Lo O'ayabu, Tidi Lo Tihu'o, Tidi Lo Malu'o, Tidi Lo Tonggalo, dan Tidi Lo Tabongo.