Hukum Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai
Hukum Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai - Para Ulama berbeda pendapat mengenai hukum jual beli emas secara kredit, yaitu sebagai berikut:
1. Menurut mayoritas fuqaha (Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali) bahwa jual beli emas secara kredit itu tidak boleh.
2. Menurut Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim dan beberapa ulama kontemporer lainnya bahwa jual beli emas secara kredit itu hukumnya boleh.
Ulama yang melarang transaksi ini berdasarkan hadits dari Ubadah Bin Ash-Shomit “Bahwa Rasulullah SAW bersabda: Penukaran antara emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, syair dengan syair, kurma dengan kurma, garam dengan garam, itu harus sama dan dibayar kontan. Jika berbeda penukaran barang di atas maka jumlah barang tersebut sekehendak kamu sekalian dengan syarat dibayar kontan.” (HR.Ahmad).
Hukum Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai
Menurut para ulama, emas dan perak adalah Tsaman (harga, alat pembayaran atau uang) yang tidak boleh dipertukarkan secara kredit karena hal itu akan menyebabkan riba. Larangan dari hadits diatas juga memberikan maksud larangan tentang menjadikan uang sebagai komoditas yang diperjualbelikan karena fungsi utama uang adalah untuk alat tukar.
Sedangkan ulama yang membolehkan transaksi ini mengemukakannya sebagai berikut:
1. Emas dan perak adalah barang Sil’ah yang diperjualbelikan seperti halnya komoditas biasa dan bukan lagi difungsikan sebagai Tsaman.
2. Masyarakat membutuhkan transaksi jual beli emas, apabila jual beli emas secara kredit itu tidak diperbolehkan maka mereka akan mengalami kesulitan dalam memenuhi hajat mereka akan emas tersebut.
3. Emas dan perak setelah dibentuk menjadi perhiasan itu telah berubah menjadi komoditas seperti pakaian dan barang serta bukan merupakan Tsaman. Oleh karena itu tidak menjadi riba dalam pertukaran atau jual beli antara perhiasan dengan harga (uang) sebagaimana juga tidak terjadi riba dalam pertukaran atau jual beli emas antara harga (uang) dengan barang lainnya meskipun bukan dari jenis yang sama.
4. Sekiranya hukum jual beli emas secara kredit ini tidak diperbolehkan maka tutuplah kebutuhan atau piutang dan masyarakat akan mengalami kesulitan.
Dan jika ditelaah, hadits diatas menjelaskan tentang 2 kelompok barang ribawi yaitu mata uang (uang) dan makanan. Kemudian para ulama berbeda-beda pendapat tentang ‘illat kedua jenis barang ribawi tersebut. Para ulama kontemporer menyimpulkan bahwa ‘illat jenis mata uang adalah tsamaniyah (keberadaannya sebagai mata uang). Sedangkan menurut Dr. Oni Sahroni dan Ir. Adimarwan A. Karim, pendapat ini logis karena emas dan perak yang dicontohkan dalam hadits diatas adalah mata uang yang berlaku ketika itu bukan emas yang di jual di toko-toko pada saat ini dan emas yang diperjualbelikan saat ini bukan termasuk alat tukar sebagaimana yang dilarang dalam hadits diatas.
Saat ini dunia tidak lagi menganggap emas sebagai uang melainkan sebagai barang (sil’ah) demikian juga Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim menegaskan bahwa jika emas tidak berfungsi sebagai uang maka emas itu berstatus sebagai barang. Maka hukum jual beli emas secara kredit itu boleh, tetapi dengan ketentuan, sebagai berikut:
1. Harga jual (tsaman) tidak boleh bertambah selama jangka waktu perjanjian meskipun ada perpanjangan waktu setelah jatuh tempo.
2. Emas yang dibeli dengan pembayaran tidak tunai boleh dijadikan jaminan (rahn)
3. Emas yang dijadikan jaminan tidak boleh dijual belikan atau dijadikan objek dalam akad lain yang menyebabkan berpindahnya kepemilikan.
Referensi: Buku Maqashid Bisnis dan Keuangan Islam karya Dr. Oni Sahroni, M.A dan Ir. Adiwarman A. Karim, S.E., M.B.A., M.A.E.P.
Ditulis Oleh: Mia Rahmi Nurul Aulia (Mahasiswa STEI SEBI Depok)