Manajemen Risiko Likuiditas pada Bank Syariah
Manajemen Risiko Likuiditas pada Bank Syariah - Sejarah telah menunjukkan bahwa berjalan baik atau tidak baiknya suatu bank sangat mempengaruhi ekonomi Negara, dan risiko likuiditas menjadi penyebab utamanya suatu bank mengalami kebangkrutan, contoh peristiwa dalam kasus long term capital management di amerika pada tahun 1997, krisis perbankan Indonesia tahun 1997, serta kasus bank century di Indonesia tahun 2008, semua kejadian yang terjadi dipicu oleh risiko likuiditas.
Manajemen Risiko Likuiditas pada Bank Syariah
Apabila suatu bank tidak dapat menyediakan dana pada saat deposan menarik dananya, bank tidak dapat membayar kewajiban pada saat jatuh tempo, bank tidak dapat memenuhi pembiayaan debitur, atau bank tidak dapat menyeimbangkan portofolio investasi, maka bank tersebut dapat dikatakan mengalami risiko likuiditas, Islamic Financial Services Board (IFSB) mendefinisikan risiko likuiditas sebagai potensi kerugian yang dapat dialami oleh bank syariah Karena ketidakmampuannya untuk segera memenuhi kewajiban yang jatuh tempo, atau ketidakmampuan bank syariah untuk mendanai peningkatan asetnya dengan biaya yang dapat diterima tanpa menderita kerugian.
Sedangkan likuiditas sangat diperlukan oleh bank untuk menampung setiap fluktuasi neracanya, baik yang diharapkan ataupun yang tidak terduga, dan likuiditas dibutuhkan untuk menyediakan dana yang cukup bagi bank untuk tumbuh. Dengan likuiditas yang baik serta peningkatan kinerja keuangan dan tingkat kesehatan bank dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terutama setelah adanya krisis industry perbankan pada tahun 1998, masyarakat lebih ber hati-hati dalam memilih bank yang cakap untuk menyimpan dana yang dimiliki.
Risiko likuiditas selalu menghantui perbankan dimanapun dan kapanpun, dimana ada bank disitu pula ada risiko likuiditas, keduanya melekat erat dikarenakan likuiditas yang selalu mengikuti kegiatan operasional perbankan. Mengapa risiko likuiditas selalu mengikuti perbankan? bank sebagai lembaga intermediasi, dimana menghubungkan antara pihak yang kelebihan dana dan kekurangan dana, dengan produk penghimpunan dimana dana disimpan di bank dan dapat ditarik kapan saja, serta produk pembiayaan dari bank kepada mereka yang membutuhkan dana.
Dimana produk pembiayaan ini merupakan pooled investment fund dari dana yang telah dihimpun oleh perbankan, dari prinsip operasional bank yang telah dijelaskan, adanya tanggung jawab besar yang ditanggung oleh bank, dimana akan selalu adanya ketidaksesuaian likuiditas, dan masalah yang timbul jika deposan menarik dana sedangkan perbankan tidak dapat melikuidasi dana yang diinvestasikan, sehingga terjadilah masalah likuiditas, dari skema diatas, dapat dilihat bahwa likuiditas akan selalu mengikuti bank dimanapun dan kapanpun serta bank tidak dapat menghapus masalah tersebut secara keseluruhan.
Risiko likuiditas dalam dunia perbankan memang tidak dapat dihindari namun bank dapat meminimalkan risiko likuiditas yang ada, dengan cara pengendalian dan mitigasi risiko likuiditas, menurut IFSB, bank syariah disarankan memiliki manajemen likuiditas yang efektif, serta kebijakan operasional yang disesuaikan berdasarkan masing-masing karakteristik bisnis, kondisi pasar keuangan atau sumber likuiditas lainnya, bank diharuskan untuk memastikan yang pertama, bahwa dewan direksi bank berkontribusi aktif dalam menyusun strategi likuiditas yang efektif dengan cara yang sehat dan mampu dalam mengukur dan memantau likuiditas, yang kedua, adanya sistem pemantauan dan pelaporan serta evaluasi dari likuiditas bank, yang ketiga, adanya kapasitas pembiayaan yang terdiri dari kemampuan dan kepentingan para pemegang saham dalam menyuntikkan tambahan modal jika diperlukan dan yang ke empat, adanya prosedur dalam menangani manajemen krisis likuiditas, serta cara yang mudah dan efektif dalam melikuidiasi asset tetap yang dimiliki bank.
IFSB juga memiliki prinsip dalam manajemen risiko likuiditas, yaitu:
1. LKI diwajibkan memiliki kerangka kerja manajemen likuiditas yang mempertimbangkan secara terpisah dan keseluruhan dari eksposur likuiditas yang sehubungan dengan setiap rekening giro dan investasi.
2. LKI akan menanggung risiko likuiditas yang sepadan dengan kemampuannya untuk memiliki sumber daya yang cukup untuk dana yang sesuai dengan syariah guna mengurangi risiko.
Dari dua prinsip tersebut, IFSB juga mewajibkan para dewan direksi bank syariah untuk membangun kerangka kerja manajemen risiko likuiditas yang mencakup semua kemungkinan serta efektif untuk dikerjakan. Kerangka kerja ini diadakan untuk memfasilitasi identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pelaporan risiko likuiditas yang dapat terjadi dari kemungkinan-kemungkinan yang ada, IFSB juga menyarankan bank syariah untuk menemukan dan menentukan ukuran risiko likuiditas yang tepat dan aman terkait dengan kemampuan bank syariah untuk memitigasi risiko likuiditas yang terjadi.
Ditulis Oleh: Muchlisatun Nisa (Mahasiswa STEI SEBI)