Penggunaan Dana Non Halal untuk Pemberdayaan Masyarakat
Penggunaan Dana Non Halal untuk Pemberdayaan Masyarakat - Dalam literatur fatwa (an-nawazil), dijelaskan perbedaan pendapat para ulama tentang pihak penerima dana non halal.
1. Mayoritas ulama berpendapat bahwa dana non halal hanya boleh disalurkan untuk fasilitas umum (al-mashalih al-ammah), seperti pembangunan jalan, dan lain-lain.
2. Sedangkan sebagian ulama yang lain, seperti Syaikh al-Qardhawi dan Prof. Qurrah Dagi berpendapat, bahwa dana nonhalal boleh disalurkan untuk seluruh kebutuhan sosial, baik fasilitas umum ataupun selain fasilitas umum, seperti kebutuhan konsumtif dan program-program pemberdayaan masyarakat.
Penggunaan Dana Non Halal untuk Pemberdayaan Masyarakat
Bagi yang membatasi penyaluran dana non halal hanya untuk fasilitas umum itu berdasarkan pandangan bahwa dana haram itu statusnya haram bagi pemilik dan penerimanya. Jika dana itu haram bagi penerimanya, maka penerimanya tidak boleh menggunakan dana tersebut untuk kebutuhan pribadinya, tetapi harus disalurkan untuk pembangunan fasilitas umum.
Bagi ulama yang membolehkan penyalurannya untuk seluruh kebutuhan sosial, itu berdasarkan pandangan bahwa dana haram itu haram bagi pemiliknya, tetapi halal bagi penerimanya. Jika dana itu halal bagi penerimanya, maka penerimanya menggunakan dana tersebut untuk kebutuhan pribadinya, termasuk kebutuhan konsumtif dan program perberdayaan masyarakat.
Pendapat kedua ini memiliki landasan hukum yang kuat, baik dari aspek nash dan maqashidnya, yaitu di antaranya:
1. Hadis Rasulullah Saw
"Sesuai dengan ucapan Rasulullah Saw. kepada Shahabiyyah Barirah ketika menyerahkan kepada Rasulullah Saw. Maka Aisyah ra. berkata: sesungguhnya daging itu termasuk sedekah, dan Rasulullah tidak mengambil sedekah. Kemudian Rasulullah Saw. menjawab: 'sesungguhnya barang ini sedekah baginya, dan hadiah bagi kita".
Hadits di atas memberikan dilalah (makna) bahwa dana non halal itu bisa disalurkan dan dikonsumsi untuk dan oleh pihak penerima sedekah seperti fakir, miskin dan lain-lain.
2. Hadits Atsar
وسئل الحسن رضي الله عنه، عن توبة الغال (من يأخذ من مال الغنيمة قبل أن يقسم، وما يؤخذ منه بعد تفرق الجيش)، فقال
يتصدق به.
"Al-Hasan ra. pernah ditanya tentang taubat al-ghal (orang yang mengambil harta ganimah sebelum dibagikan atau sebelum pasukan berpencar). Al-Hasan menjawab: ia harus bersedekah dengan harta tersebut".
Aspek Mashlahat:
1. Dana nonhalal bukan milik pihak tertentu, tetapi milik umum. Selama bukan milik seseorang atau pihak tertentu, maka dana tersebut bisa disalurkan untuk fakir miskin dan pihak yang membutuhkan.
2. Dana nonhalal itu haram bagi pemiliknya (pelaku usaha haram tersebut), tetapi ketika sudah terjadi perpindahan kepemilikan, status dana tersebut halal bagi penerimanya, baik entitas pribadi seperti fakir miskin, ataupun entitas lembaga seperti yayasan sosial dan pendidikan.
Referensi: Buku Maqashid Bisnis dan Keuangan Islam karya Dr. Oni Sahroni, M.A dan Ir. Adiwarman A. Karim, S.E., M.B.A., M.A.E.P
Ditulis Oleh: Mia Rahmi Nurul Aulia (Mahasiswa STEI SEBI Depok)