FINTECH SYARIAH VS FINTECH KONVENSIONAL? UNGGUL MANA?
Fintech syariah adalah jenis fintech atau teknologi keuangan yang berbasis pada prinsip-prinsip syariah dalam industri keuangan Islam. Fintech syariah mencakup berbagai jenis layanan keuangan seperti pembiayaan, investasi, pembayaran, dan asuransi yang didasarkan pada prinsip-prinsip syariah.Prinsip-prinsip syariah dalam industri keuangan Islam melarang praktik-praktik seperti riba (bunga), gharar (ketidakpastian), maysir (spekulasi), dan haram (hal-hal yang dianggap dosa dalam agama Islam).
FINTECH SYARIAH VS FINTECH KONVENSIONAL
Fintech syariah menyediakan solusi keuangan yang mematuhi prinsip-prinsip ini dengan mengembangkan produk dan layanan yang sesuai dengan standar syariah.Contoh fintech syariah termasuk platform peer-to-peer lending syariah, aplikasi dompet digital syariah, dan robo-advisor syariah untuk investasi. Layanan ini biasanya diawasi oleh badan-badan regulasi syariah untuk memastikan bahwa mereka memenuhi persyaratan syariah dan tidak melanggar prinsip-prinsip keuangan Islam.
Sementara itu, fintech konvensional adalah jenis fintech yang menawarkan layanan keuangan berbasis teknologi, namun tidak memperhatikan prinsip-prinsip keuangan Islam. Fintech konvensional biasanya beroperasi secara online, dengan menawarkan layanan seperti pembayaran digital, pinjaman online, manajemen keuangan, investasi, dan lain sebagainya.
Maka dari itu, dapat kita lihat bahwa perbedaan utama antara fintech konvensional dan fintech syariah adalah prinsip-prinsip keuangan yang digunakan dalam menyediakan layanan. Fintech konvensional mungkin menawarkan layanan keuangan dengan bunga, riba, atau produk investasi yang tidak sesuai dengan prinsip syariah, sementara fintech syariah mematuhi prinsip-prinsip keuangan Islam seperti prinsip bagi hasil (mudharabah) dan jual beli dengan keuntungan (murabahah). Contoh fintech konvensional yang populer termasuk PayPal, Square, Robinhood, dan LendingClub. Meskipun tidak mematuhi prinsip-prinsip keuangan Islam, fintech konvensional masih dapat membantu mengubah industri keuangan dan memberikan solusi yang lebih efisien untuk kebutuhan keuangan masyarakat.
Selain itu, fintech syariah menghadapi beberapa masalah, di antaranya:
1. Regulasi yang belum matang
Hingga saat ini, regulasi fintech syariah di beberapa negara masih belum cukup matang. Hal ini dapat menghambat pertumbuhan industri dan meningkatkan risiko bagi konsumen.
2. Keterbatasan infrastruktur
Fintech syariah masih menghadapi tantangan dalam hal infrastruktur, terutama di wilayah yang kurang berkembang. Keterbatasan infrastruktur dapat mempengaruhi aksesibilitas dan kualitas layanan bagi konsumen.
3. Kekhawatiran tentang keamanan data
Dalam penggunaan fintech syariah, keamanan data menjadi salah satu hal yang sangat penting. Kekhawatiran tentang keamanan data menjadi masalah penting bagi konsumen, terutama ketika mereka memberikan informasi pribadi dan keuangan mereka.
4. Tingginya risiko dalam investasi
Investasi dalam produk-produk fintech syariah seperti sukuk dan investasi peer-to-peer lending memiliki risiko yang cukup tinggi. Oleh karena itu, investor harus memahami risiko ini sebelum melakukan investasi.
5. Masalah kepatuhan syariah
Fintech syariah harus memastikan bahwa produk dan layanannya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Hal ini dapat memerlukan penilaian dan audit yang cermat untuk memastikan kepatuhan Syariah.
Walaupun dinilai lebih aman, fintech konvensional juga memiliki beberapa masalah yang terkait antara lain:
1. Tingkat bunga yang tinggi: Beberapa fintech konvensional menawarkan pinjaman dengan tingkat bunga yang lebih tinggi dibandingkan dengan institusi keuangan tradisional.
2. Risiko moral hazard: Fintech konvensional dapat meningkatkan risiko moral hazard, yaitu ketika peminjam mengambil risiko lebih besar karena mereka merasa tidak akan dipertanggungjawabkan atas kerugian yang mungkin terjadi.
3. Kurangnya transparansi: Beberapa fintech konvensional dapat kurang transparan dalam memperjelas biaya dan risiko yang terkait dengan produk dan layanan mereka, sehingga dapat menimbulkan ketidakpercayaan dari pengguna.
4. Ketidakmampuan untuk memperhitungkan situasi khusus: Fintech konvensional sering menggunakan model pengambilan keputusan otomatis yang tidak dapat mempertimbangkan situasi khusus yang mungkin mempengaruhi kemampuan pengguna untuk membayar kembali pinjaman.
5. Risiko kemiskinan: Fintech konvensional dapat meningkatkan risiko kemiskinan dengan memberikan pinjaman yang tinggi kepada orang-orang dengan penghasilan rendah atau usaha kecil yang memiliki kemampuan membayar yang terbatas.
6. Tidak ramah lingkungan: Beberapa fintech konvensional dapat terlibat dalam pembiayaan yang merugikan lingkungan seperti proyek-proyek yang mencemari lingkungan.
7. Dalam memilih fintech konvensional, pengguna harus memperhatikan risiko-risiko yang terkait dengan produk dan layanan yang ditawarkan. Hal ini dapat membantu untuk mengurangi risiko keuangan dan melindungi hak-hak konsumen.
Jadi bagaimana setelah melihat perbedaan antara keduanya ? Apakah anda tertarik dengan fintech Syariah atau fintech konvensional?